Generasi Milenial Dalam Potret Rebranding BKKBN

Oleh : Indra Trisnajaya

(PKB Ahli Pertama Perwakilan BKKBN Provinsi Kepulauan Bangka Belitung)

 

BKKBN mengawali tahun 2020 dengan melakukan launching logo, jingle dan tagline baru. Hal ini dilakukan sebagai jawaban atas perkembangan jaman yang penuh tantangan dan menuntut kreatifitas. Menurut Kepala BKKBN, dr.Hasto Wardoyo: “BKKBN menghadapi tantangan luar biasa. Industrialisasi membuat perilaku masyarakat berubah. Maka dari itu, re-branding adalah sebuah keniscayaan di mana kita tahu hampir 35% penduduk kita adalah milenial. Jika tidak melakukan re-branding dan cara baru dalam berkomunikasi, sepertinya BKKBN akan sulit untuk diterima oleh generasi baru,”

Peran BKKBN sangat strategis dalam pembangunan nasional Indonesia. Hal ini terkait dengan penyiapan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. Seiring perubahan jaman membuat tantangan pun berbeda dari masa ke masa. Saat ini pilihan media lebih beragam dan dekat dengan keseharian masyarakat usia milenial muda dan generasi Z yang kurang mengenal BKKBN. Padahal jumlah kelompok tersebut merupakan komposisi terbesar di Indonesia saat ini dan mereka adalah sasaran dari program-program BKKBN. BKKBN yang pernah eksis dan diingat publik di era 90 an ke bawah ingin tetap eksis dan relevan dengan masyarakat. Karenanya melakukan rebranding adalah sebuah tuntutan dengan sasaran utamanya generasi milenial.

Lalu apa sebenarnya generasi milenial? Berdasarkan data Proyeksi Penduduk Indonesia dari BPS, bahwa generasi yang berusia 20 – 30 tahun akan disebut sebagai kelompok milenial. Laporan memperlihatkan bahwa kelompok ini, paling tidak akan menyumbang 23,95 persen dari total populasi Indonesia pada 2018 yang menurut proyeksi BPS jumlah penduduk Indonesia mencapai 265 juta jiwa. Sedangkan tahun 2019, generasi ini diproyeksikan akan sebanyak 23,77 persen dari total populasi yang mencapai 268 juta jiwa. Dengan kata lain, satu dari lima orang di Indonesia adalah generasi milenial.

Dengan jumlah sekitar 35 juta jiwa generasi milenial yang ada di Indonesia, BKKBN  tentunya membutuhkan strategi baru agar dikenal oleh generasi ini.  Karena pendekatan lama yang digunakan dinilai sudah kuno dan tidak menyasar kelompok ini. Kaum milenial mungkin sudah tidak kenal dengan istilah NKKBS, KKBPK, catur warga, dua anak cukup, bahkan cenderung mengernyitkan dahi dengan yang namanya “BKKBN”. Generasi saat ini hanya mengenal istilah KB yang cenderung bermakna seputaran alat kontrasepsi saja. Stigma yang melekat pada BKKBN dalam pandangan generasi muda saat ini yaitu: KB sama dengan alat kontrasepsi. Tentunya kondisi ini membuat BKKBN sangat “tidak menarik” untuk dibahas apalagi didiskusikan. Untuk itu perlu adanya upaya yang revolusioner agar program KKBPK lebih efektif dan tepat sasaran, terutama kepada generasi milenial ini.

Seperti yang disampaikan oleh dr.Hasto Wardoyo bahwa tugas BKKBN tidak melulu membahas kontrasepsi. Jadi bisa dikatakan bahwa tugas BKKBN saat ini sudah berbeda dan berubah jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. BKKBN bertanggung jawab terhadap kependudukan serta pembangunan keluarga yang saat ini sasaran dan ekosistemnya pun berubah, sehingga materi marketing yang disampaikan pun harus adaptif. Apalagi era reformasi digital dan arus global media sosial yang semakin tak terbendung menuntut BKKBN harus mencari formula yang tepat agar dapat eksis di tengah gempuran revolusi industry 4.0

Rebranding BKKBN?

BKKBN secara resmi meluncurkan logo baru yang secara desain tampak stylish dan kekinian. Tujuannya jelas, yaitu menyasar generasi milenial dan zilenial agar lebih dikenal dan dekat. Jika dulu BKKBN terkonsentrasi pada kuantitas dengan “dua anak cukup”, saat ini lebih terfokus pada peningkatan kualitas  Sumber Daya Manusia Indonesia dengan mengajak generasi muda khususnya kaum Milenial dan Zilenial untuk merencanakan kehidupannya dengan tagline “berencana itu keren”. Tagline ini mengajak mereka untuk menyiapkan sedini mungkin perencanaan hidupnya yaitu merencanakan pendidikan, pekerjaan, perkawinan, kelahiran anak pertama dan kedua, serta perencanaan segi kehidupan yang lain. BKKBN ingin menanamkan kepada generasi Milenial dan Zilenial akan pentingnya perencanaan hidup.

Dalam proses rebranding, BKKBN menyelenggarakan kompetisi dengan melibatkan generasi Milenial yang memang menjadi sasaran utamanya. Mereka diajak menuangkan ide-ide kreatifitas yang bebas sesuai dengan dunia mereka. Kreatifitas dan bakat yang dituangkan difasilitasi agar sejalan dalam bingkai berpikir Milenial. Ide-ide inilah yang pada akhirnya melahirkan logo, tagline dan jingle baru BKKBN yang memang sesuai dengan karakteristik Milenial yang “out of the box” dan “wow”.

Jika dulu BKKBN mengandalkan penyuluhan konvensional, video tutorial atau bagi-bagi leaflet dalam kegiatannya, hal ini sudah tentu tidak berlaku lagi bagi generasi Milenial. Saat ini akses informasi sudah sangat mudah didapat melalui berbagai platform media yang akrab dengan mereka. Milenial cenderung lebih suka mendapatkan informasi melalui ragam media sosial. Apalagi jika media sosial tersebut dikelola oleh peer group-nya dengan gaya dan bahasa mereka, tentu akan menjadi daya tarik dan biasanya akan menjadi viral. Di sini BKKBN berperan menjadi sahabat bagi mereka dengan melibatkan Milenial penggiat media sosial dalam menyediakan informasi seputar kependudukan dan keluarga berencana yang benar, “ramah” dan leluasa diakses. Terutama informasi seputar kesehatan reproduksi, seksualitas, pernikahan hingga alat kontrasepsi.

Pada masa orang-orang sangat aktif menggunakan gawai mereka sembari mengakses berbagai aplikasi, maka BKKBN telah menyediakan banyak pilihan aplikasi yang menarik dan mudah dipahami. Saat ini ada banyak aplikasi seputar kespro, generasi berencana, kontrasepsi, perkembangan balita, remaja, lansia yang tersedia di playstore baik yang dikelola oleh BKKBN, maupun oleh pihak lain. Pengguna bisa langsung menginstal dan memanfaatkan fitur yang tersedia.

Namun masih banyak tantangan berat yang masih menjadi perhatian dalam menciptakan keluarga berkualitas di era revolusi industry 4.0. Yaitu era di mana keluarga hanya berkomunikasi secara online, jarang bertemu karena sibuk dengan aktifitas masing-masing. Masa di mana orang-orang sudah tidak mau lagi pergi ke kelompok Bina Keluarga Balita atau posyandu karena mereka bisa secara mandiri memantau perkembangan anak-anaknya. Hal inilah yang menurut Kepala BKKBN menjadi tantangan kita untuk berpikir bersama menciptakan metode yang paling baik untuk menjawab masalah tersebut. Karena sesungguhnya menciptakan keluarga yang berkualitas pada generasi Milenial membutuhkan kreatifitas dan kerja keras bersama.